Sabtu, 09 Juni 2012
EKOSISTEM
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
memengaruhi.
Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang
melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik
sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan
terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari
sebagai sumber dari semua energi yang ada.
Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama
dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi
dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi
lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada
Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme,
bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol
yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah
pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali
dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya.
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran suatu spesies dalam ekosistem
ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya serta kondisi faktor
kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi
oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum toleransi.
Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun
memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu. Dengan
demikian, panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan
dalam ekosistem tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya.
Berbeda dengan makhluk hidup yang lain, manusia dapat memperlebar
kisaran toleransinya karena kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan
teknologi dan memanipulasi alam.
1. Komponen dalam ekosistem
1. Komponen Biotik
Berdasarkan caranya memperoleh makanan di dalam ekosistem, organisme
anggota komponen biotik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
• Produsen, yang berarti penghasil. Produsen merupakan organisme yang
mampu menghasilkan zat makanan sendiri (autotrof) melalui fotosintesis.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan
yang mempunyai klorofil. Produsen ini kemudian dimanfaatkan oleh
organisme-organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan (heterotrof)
yang berperan sebagai konsumen.
• Konsumen, yang berarti pemakai, yaitu organisme yang tidak dapat
menghasilkan zat makanan sendiri tetapi menggunakan zat makanan yang
dibuat oleh organisme lain. Organisme yang secara langsung mengambil zat
makanan dari tumbuhan hijau adalah herbivora. Oleh karena itu,
herbivora sering disebut konsumen tingkat pertama. Karnivora yang
mendapatkann makanan dengan memangsa herbivora disebut konsumen tingkat
kedua. Karnivora yang memangsa konsumen tingkat kedua disebut konsumen
tingkat ketiga dan seterusnya. Proses makan dan dimakan di dalam
ekosistem akan membentuk rantai makanan. Perhatikan contoh sebuah rantai
makanan ini: daun berwarna hijau (Produsen) –> ulat (Konsumen I)
–> ayam (Konsumen II) –> musang (Konsumen III) –> macan
(Konsumen IV/Puncak). Dalam ekosistem, banyak proses rantai makanan yang
terjadi sehingga membentuk jaring-jaring makanan (food web) yang
merupakan kumpulan dari beberapa rantai makanan.
• Dekomposer atau pengurai. Dekomposer adalah jasad renik yang berperan
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang telah mati
ataupun hasil pembuangan sisa pencernaan. Dengan adanya organisme
pengurai, organisme akan terurai dan meresap ke dalam tanah menjadi
unsur hara yang kemudian diserap oleh tumbuhan (produsen). Selain itu
aktivitas pengurai juga akan menghasilkan gas karbon dioksida yang akan
dipakai dalam proses fotositesis.
2. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen tak hidup dalam suatu ekosistem.
Komponen abiotik sangat menentukan jenis makhluk hidup yang menghuni
suatu lingkungan. Komponen abiotik banyak ragamnya, antara lain: tanah,
air, udara, suhu, dan lain-lain.
• Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang
diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya
dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
• Sinar matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari
menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang
dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.
• Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam
pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia,
air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya
transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur
abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut
dan pelapuk.
• Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda
menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. . Tanah juga
menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama
tumbuhan.
• Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam
penyebaran biji tumbuhan tertentu.
• Garis lintang
Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda
pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi
organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis
lintang tertentu saja.
Heterotrof / Konsumen
Komponen heterotrof terdiri dari organisme yang memanfaatkan bahan-bahan
organik yang disediakan oleh organisme lain sebagai makanannya .
Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro (fagotrof) karena
makanan yang dimakan berukuran lebih kecil. Yang tergolong heterotrof
adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.
Pengurai / dekomposer
Pengurai atau dekomposer adalah organisme yang menguraikan bahan organik
yang berasal dari organisme mati. Pengurai disebut juga konsumen makro
(sapotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih besar. Organisme
pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan
bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen.
Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur. Ada pula pengurai yang
disebut detritivor, yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa bahan
organik, contohnya adalah kutu kayu. Tipe dekomposisi ada tiga, yaitu:
1. aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan
2. anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai penerima
elektron /oksidan
3. fermentasi : anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga
sebagai penerima elektron. komponen tersebut berada pada suatu tempat
dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan ekosistem yang teratur[4].
Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan
sebagai komponen heterotrof, tumbuhan air sebagai komponen autotrof,
plankton yang terapung di air sebagai komponen pengurai, sedangkan yang
termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen
yang terlarut dalam air.
Produktivitas Ekosistem Hutan Hujan Tropis
Ekosistem yang berbeda sangat bervariasi dalam produktivitasnya. Hutan
hujan tropis merupakan salah satu ekosistem terrestrial yang paling
produktif. Di samping karena hutan hujan tropis menutupi sebagian besar
bumi dan memiliki keanekaragaman yang sangat tinggi, besarnya volume
biomassa tumbuhan persatuan luas pada hutan hujan tropis, sehingga
memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat
subur. Patandianan (1996) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa sifat
tanah hutan hujan tropis adalah miskin hara sehingga tidak mampu
mendukung produktivitas tumbuhan yang sangat tinggi. Namun,
produktivitas yang sangat tinggi pada kawasan ini terjadi karena
ekosistem hutan hujan tropis memiliki sistem daur hara yang sangat
ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat (Resosoedarmo et al., 1986
dalam Wiharto, 2007).
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan
oleh produsen. Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer
menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh
autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total
produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross
primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan
sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan
yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian
molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan
demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP)
sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan
oleh produsen untuk respirasi (Rs).
Produktivitas primer hutan hujan tropis dan beberapa ekosistem dalam
biosfer dapat disajikan pada table 1 di bawah ini:
Tabel 1. Produktivitas Primer Biosfer
No Tipe Ekosistem Produktivitas Primer Bersih (Bahan Kering)
Kisaran Normal (g/m2/tahun)
1 Hutan Hujan Tropis 1000 – 3500
2 Hutan Musim Tropis 1000 – 2500
3 Hutan Iklim Sedang:- Selalu Hijau
- Luruh
600 – 2500
600 – 2500
4 Hutan Boreal 400 – 2000
5 Savana 200 – 2000
6 Padang Rumput Iklim Sedang 200 – 1500
7 Tundra dan Alvin 10 – 400
8 Gurun dan Semak Gurun 10 – 250
Sumber : Whittaker dan Likens (1975) dalam Wiharto (2007)
Berdasarkan data tabel 1 di atas, hutan hujan tropis memiliki
produktivitas primer 1000 – 3500 g/m2/tahun dan hanya berbeda rentang
dengan hutan musim tropis yakni 1000-2500 g/m2/tahun. Produktivitas
primer ekosistem terendah dimiliki oleh tipe ekosistem gurun dan semak
gurun yakni 10–250 g/m2/tahun yang juga berbeda rentang dengan ekosistem
tundra dan Alvin yakni 10 – 400 g/m2/tahun. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa produktivitas primer ekosistem hutan hujan tropis
paling tinggi dibandingkan dengan produktivitas ekosistem hutan musim
tropis, hutan iklim sedang, hutan boreal, savanna, padang rumput iklim
sedang, tundra dan Alvin, serta gurun dan semak.
Produktivitas hutan hujan tropis dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain:
Cahaya Matahari dan Suhu
Berdasarkan letak geografis, wilayah hutan hujan tropis menerima lebih
banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding
dengan wilayah iklim sedang. Menurut Sances (1992) dalam Wiharto (2007),
Hal tersebut disebabkan oleh 3 faktor yaitu: (1) Kemiringan poros bumi
menyebabkan wilayah tropika menerima lebih banyak sinar matahari pada
atmosfer luarnya dibanding dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya
sinar matahari pada atmosfer yang lebih tipis (karena sudut yang lebih
tegak lurus di daerah tropika), mengurangi jumlah sinaran yang diserap
oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan tropis, 56% sampai dengan 59 %
sinar matahari pada batas atmosfer dapat sampai di permukaan tanah. (3)
Masa tumbuh yang terbatas oleh keadaan suhu adalah lebih panjang di
daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat tinggi).
Lyford dan Phinney (1968) melaporkan bahwa peningkatan biomassa
tumbuhan paling tinggi terjadi pada saat photoperiod maksimum.
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas hutan hujan tropis. Akan tetapi,
dengan adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat
bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada
gilirannya meningkatkan produktivitas.
Curuh Hujan
Hutan hujan tropis memiliki curah hujan yang merata sepanjang tahun
yakni berkisar 9 -12 bulan basah. Hujan selain berfungsi sebagai sumber
air juga berfungsi sebagai sumber hara. Terjadinya petir selama musim
hujan, menjadi energy alami yang dapat menyebabkan nitrogen terfiksasi
dengan hydrogen membentuk nitrit yang dapat turun ke tanah bersama air
hujan. Nitrogen termasuk unsur vital bagi tumbuhan karena merupakan
bahan penyusun klorofil.
Kelembaban
Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan laju aktivitas
mikroorganisme. Selain itu, kelembaban sangat mempengaruhi kecepatan
proses pelapukan tanah. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan
tanah bereaksi dengan mineral-mineral dalam tanah atau lapisan batuan,
yang mengakibatkan terlepasnya unsur-unsur hara. Hara-hara ini ada yang
dapat dengan segera diserap oleh tumbuhan.
Serasah
Produktivitas serasah hutan hujan tropis sangat tinggi dibandingkan
dengan tipe ekosistem lain, sehingga penyediaan zat hara bagi tumbuhan
sangat mendukung bagi peningkatan produktivitas. Data pada tabel 2 di
bawah ini menunjukkan bahwa hutan hujan tropis memiliki laju dekomposisi
serasah paling cepat yakni sebesar 0,45 %/hari dibanding dengan tipe
ekosistem lain, seperti padang rumput 0,30%/hari, hutan aok 0,018 –
0,095 %/hari. Dengan kondisi lingkungan mikro yang sangat kondusif,
proses dekomposisi serasah pada hutan hujan tropis berlangsung cepat.
Hal ini berarti bahwa serasah yang jatuh dipermukaan tanah tidak akan
lama tertimbun dalam lantai hutan tetapi dapat segera didekomposisi oleh
mikroorganisme menjadi zat anorganik sehingga dapat segera diserap
kembali oleh tumbuhan (Resosoedarmo et al., 1996 dalam Wiharto, 2007).
Table 2. Laju dekomposisi serasah pada beberapa tipe ekosistem dunia
Iklim Tipe Ekosistem Laju Dekomposisi (%/ hari)
Tropis Hutan Hujan Tropis 0.45
Padang Rumput 0.30
Sedang Hutan Oak di:
Minnesota 0.018
Missouri 0.095
New Jersey 0.018
Sumber: Barbour et al. (1987) dalam Wiharto (2007)
Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis
disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui
respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar
(respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida
(CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam
karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi
bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion
hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid
tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh
koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah
(Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan
bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium
merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis,
maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di
daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah.
Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering,
juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas
sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian
serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ).
Herbivora
Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari
produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag.
Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian,
menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh
herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui.
Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih
kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi
produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang
kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi
pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini
disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis.
Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora
melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh
herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
Daur biogeokimia dalam ekosistem
Suatu proses atau perputaran (daur) yang didalamnya berlangsung
penggunaan dan pelepasan unsur-unsur anorganik yang esensial bagi tubuh
serta melibatkan peristiwa biologis, geologis, dan kimia dinamakan daur
biogeokimia. Contoh dari daur biogeokimia terdapat pada sawah, sawah
adalah contoh ekosistem yang melibatkan daur biogeokimia.
Daur biogeokimia melibatkan beberapa unsur-unsur kimia dan juga makhuk
hidup serta ekosistem yang menjadi tempat berlangsungnya daur biogeokimia.
Salah satu contoh dari unsur kimia yang terlibat dalam daur biogeokimia
adalah Oksigen. Oksigen adalah gas yang digunakan oleh makhluk hidup
untuk bernafas sehingga disuatu ekosistem terdapat gas oksigen.
Daur biogeokimia adalah suatu proses atau perputaran (daur) yang
didalamnya berlangsung penggunaan dan pelepasan unsur-unsur anorganik
yang esensial bagi tubuh serta melibatkan peristiwa biologis, geologis,
dan kimia. Dari hasil uji leterarur, komponen biotik berpengaruh besar
terhadap peristiwa daur biogeokimia, karena melakukan peristiwa aliran
energi dan jaring-jaring makanan dalam ekosistem. Data yang diperoleh
menerangkan bahwa unsur atau hal yang terlibat dalam daur biogeokimia
adalah makhuk biologis, unsur-unsur kimiawi,serta ekosistem tersebut.
Macam-macam biogeokimia adalah daur karbon yakni daur biogeokimia yang
mengalami pembentukan unsur karbon. Yang kedua adalah daur nitrogen
yakni proses terbentuknya unsur nitrogen. Ketiga daur sulfur yaitu
proses terjadinya zat sulfur. Keempat daur fosfor yaitu daur biogeokimia
yang membentuk unsur fosfor. Kelima yaitu daur oksigen yakni daur
biogekimia yang dialami gas oksigen. Untuk tambahan daur air atau prose
terjadinya air.
Daur karbon adalah daur biogeokimia yang membentuk unsur karbon. Dalam
daur biogeokimia, produsen atau tumbuhan sangat penting bagi pembentukan
daur biogeokimia, karena produsen mempengaruhi peristiwa aliran energi
dan jaring-jaring makanan dalam ekosistem. Jadi bisa dibayangkan kalau
produsen berkurang, maka aliran energi dan jaring-jaring makanan dalam
ekosistem akan terganggu dan daur biogeokimiapun akan terganggu.
Siklus air adalah proses terjadinya air di suatu ekosistem. Siklus air
dimulai dari air laut yang menguap, dan membentuk awan. Lalu dibawa
angin ke daerah suatu eosistem yang kemudian diturunkan melalui hujan.
Pepohonan juga berpengaruh dalam proses terbentunya air, karena air yang
terdapat dalam juga mengalami penguapan. Sehingga kalau banyak
pepohonan yang ditebang akan membuat penyebaran air terganggu, serta
membuat udara di sekelilingnya mengalami kenaikan suhu.
Tipe-tipe ekosistem
Ekosistem Perairan Dalam. Komunitas ekosistem perairan dalam di
Indonesia belum banyak diketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan belum
dikuasainya perangkat teknologi untuk meneliti hingga mencapai perairan
dalam, tetapi secara umum keanekaragaman komunitas kehidupan yang ada
pada perairan dalam tersebut tidaklah setinggi ekosistem di tempat lain.
Komunitas yang ada hanya konsumen dan pengurai, tidak terdapat produsen
karena pada daerah ini cahaya matahari tidak dapat tembus. Makanan
konsumen berasal dari plankton yang mengendap dan vektor yang telah
mati. Jadi, di dalam laut ini terjadi peristiwa makan dan dimakan.
Jika diamati hewan-hewan yang hidup di perairan dalam warnanya gelap dan
mempunyai mata yang peka dan mengeluarkan cahaya. Daur mineralnya
terjadi karena gerakan air dalam pantai ke tengah laut pada lapis atas.
Perpindahan air ini digantikan oleh air dari daerah yang terkena cahaya,
sehingga terjadi perpindahan air dari lapis bawah ke atas.
Ekosistem Pantai Pasir Dangkal. Komunitas ekosistem pantai pasir dangkal
terletak di sepanjang pantai pada saat air pasang. Luas wilayahnya
mencakup pesisir terbuka yang tidak terpengaruh sungai besar atau
terletak di antara dinding batu yang terjal/ curam. Komunitas di
dalamnya umumnya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan ganggang dan
atau rerumputan. Jenis ekosistem pantai pasir dangkal ada tiga, yaitu
sebagai berikut.
1) Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem ini dapat kita jumpai di perairan jernih. Terumbu karang
terbentuk sebagai hasil dari kegiatan berbagai hewan laut seperti
kerang, siput, cacing, Coelenterata dan alga kapur (Halimeda). Syarat
hidup binatang kerang, yaitu airnya jernih, arus gelombang kecil, dan
lautnya dangkal. Ekosistem ini dapat kita temukan di pantai sebelah
barat Sumatra, pantai selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta pantai
utara Sulawesi dan Maluku.
Gambar 10.17 Terumbu karang
2) Ekosistem Pantai Batu
Jenis ekosistem ini terbentuk dari bongkahan-bongkahan batu granit yang
besar atau berupa batuan padas yang terbentuk dari proses konglomerasi
(berkumpul dan menyatunya) antara batu-batu kecil atau kerikil dengan
tanah liat dan kapur. Ekosistem tersebut biasanya didominasi vegetasi
jenis Sargassum atau Eucheuma. Di mana ekosistem pantai batu itu dapat
kita jumpai? Ekosistem ini dapat kita jumpai di wilayah pesisir berbukit
yang berdinding batu mulai dari sepanjang pantai barat Sumatra, pantai
selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, sampai pantai selatan Maluku.
3) Ekosistem Pantai Lumpur
Ekosistem pantai lumpur terbentuk dari pertemuan antara endapan lumpur
sungai dengan laut yang berada di muara sungai dan sekitarnya. Apabila
sungainya besar, lumpur tersebut membentang luas sampai menjorok ke
laut. Di mana dapat kita jumpai ekosistem pantai lumpur ini? Ekosistem
pantai lumpur terdapat di muara yang disebut sebagai monsun estuaria.
Habitatnya berbagai jenis biota ikan gelodok. Komunitas tumbuhannya
adalah Tricemia, Skeratia, dan rumput laut/Enhalus acoroides.
Binatang-binatang ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Biasanya
ekosistem pantai lumpur dapat kita jumpai di pantai-pantai pada pulau
cukup besar yang memiliki sungai-sungai lebar seperti di Pulau
Kalimantan, Irian Jaya, Sumatra, dan Jawa.
Ekosistem Darat Alami. Di negara kita Indonesia, ekosistem jenis ini
terbentuk dari tiga vegetasi utama, yaitu vegetasi pamah, vegetasi
pegunungan, dan vegetasi monsun.
Vegetasi Pamah/Dataran Rendah. Vegetasi pamah merupakan vegetasi dataran
rendah bagian terbesar hutan yang mencakup kawasan paling luas di
Indonesia, terdiri atas vegetasi rawa dan vegetasi darat yang terletak
pada ketinggian antara 0–1000 m di atas permukaan laut (dpl). Vegetasi
ini meliputi jenis-jenis berikut.
1) Hutan Bakau
Hutan bakau tersebar hampir di seluruh pantai Kepulauan Indonesia.
Jumlah jenis hutan bakau sekitar 95 jenis tumbuhan, komposisi jenis
hutan tersebut dapat berbeda antara satu dengan lainnya, tergantung dari
kombinasi faktor-faktor habitat yang mempengaruhinya. Penyebaran
berbagai jenis bakau terletak mulai dari laut ke arah daratan membentuk
jalur berbeda-beda.
a) Jalur Pedada (Soneratia sp), jalur ini selalu terendam air asin
setiap terjadi pasang yang tinggi karena menjadi perintis endapan lumpur
pada batas air surut dengan jenis tumbuhan meliputi Soneratia spp dan
Avicenia spp.
b) Jalur Bakau (Rhizophora sp.), merupakan hutan bakau yang memiliki
perakaran khas (akar napas) dengan jenis tumbuhan meliputi Rhizophora
sp., Bruguiera spp dan Ceriops spp.
c) Jalur Tancang (Bruguiera sp.), jalur ini berada paling dekat dengan
daratan sehingga hanya dapat dicapai air pasang surut yang luar biasa
tinggi seperti pada saat air pasang bulan purnama atau gerhana bulan,
dengan jenis tumbuhan meliputi Bruguiera spp, Kondelia spp, Rhizophora
spp. dan lain-lain.
d) Jalur nipah jalur ini terdapat ke arah daratan, di daerah ini cukup
kering. Pada lautan bakau dilingkari oleh lautan nipah (Nypa fruticans).
Hewanhewan yang terdapat pada hutan bakau, antara lain udang-udangan,
kerang, ikan glodok, kerang, kepiting, cacing laut, ular, buaya muara,
kadal, dan berbagai jenis burung.
2)Hutan Rawa Air Tawar
Hutan rawa air tawar berada dalam kawasan yang luas, terletak di
belakang hutan bakau. Berbagai jenis hutan rawa terdapat di delta,
umumnya mempunyai pohon-pohon dengan ketinggian yang sama, sekitar 30 m
memiliki kanopi lebat. Hal ini disebabkan di delta secara teratur
dibanjiri air tawar sebagai akibat gerakan pasang surut.
3) Hutan Tepi Sungai
Hutan tepi sungai terdapat di sepanjang tepi sungai besar yang merupakan
habitat transisi dengan hutan rawa air tawar. Vegetasinya terdiri atas
tumbuhan rawa musiman yang berbeda. Lapisan tanahnya dalam, subur, dan
gembur. Sebagian besar tumbuhannya memiliki perakaran kuat, berkayu,
daunnya menyempit, dan penyebaran bijinya melalui air atau ikan. Hutan
tepi sungai merupakan habitat kayu ulin (besi) dan tengkawang, terdapat
di Kalimantan. Hutan tepi sungai juga dapat dijumpai di tebing-tebing
berbatu yang vegetasinya sebagian besar berupa tumbuhan berkayu dengan
perakaran kuat yang hidup di antara celah-celah batu, jenis tumbuhannya
adalah reofit.
4) Hutan Rawa Gambut
Hutan rawa gambut terbentuk dari timbunan gambut yang sangat tebal,
berkisar antara 0,5 – 20 m. Permukaan gambut terbentang luas berbentuk
cekung yang tidak terkena genangan air sehingga bersifat asam dengan
pH<4 dan kandungan haranya rendah. Hal itu menyebabkan jenis
tumbuhannya terbatas, yaitu pohon-pohonnya tinggi, kurus, dan tidak
lebat. Hutan rawa gambut di Indonesia banyak terdapat di Pulau
Kalimantan.
5) Hutan Sagu
Hutan sagu berkembang baik di daerah dengan aliran air tawarnya yang
teratur. Di bawah hutan sagu tidak terdapat tumbuhan lain dan lainnya
terdiri atas lapisan serasah daun bergambut. Hutan sagu dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu hutan sagu murni dan hutan sagu campuran dengan
hutan lain. Habitat kedua jenis hutan sagu tersebut dapat Anda jumpai
di Maluku dan Irian Jaya
Vegetasi Pegunungan. Vegetasi pegunungan terletak di ketinggian lebih
dari 1000 m di atas permukaan laut (dpl).
1) Vegetasi Hutan Pegunungan
Jenis hutan pegunungan ada dua, yaitu sebagai berikut.
a) Hutan pegunungan bawah, yaitu berada pada ketinggian berkisar
1000–1500 m dpl. Semakin ke atas vegetasinya semakin rendah, jika tumbuh
semakin tinggi maka diameternya semakin kecil. Vegetasi pada punggung
dan lereng gunung umumnya berupa pohon pendek atau semaksemak.
Vegetasinya meliputi tanaman anggrek, paku-pakuan, dan lumut.
b) Hutan pegunungan atas berada pada ketinggian berkisar 1500-3300 m
dpl. Hutannya lebat dengan ketinggian pohonnya mencapai 25 m, variasi
vegetasinya lebih sedikit dibandingkan dengan hutan pegunungan di
bawahnya.
2) Vegetasi Padang Rumput
Padang rumput terletak pada ketinggian berkisar antara 2500-4100 m dpl
yang berada di Pegunungan Irian Jaya dan Kamabu. Jenis vegetasinya
meliputi padang rumput dengan paku pohon, padang rumput semak tepi
hutan, padang rumput merumpun, vegetasi lumut kerak, dan hutan sub
alpin. Adapun vegetasi rawa subalpin selain berada di Irian Jaya dan
Kamabu juga berada di Jawa seperti di Gunung Dieng, Gunung Gede, dan
Gunung Patuha.
3) Vegetasi Danau
Danau umumnya berada di pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1500 m
dpl. Vegetasi danau mempunyai daerah yang kaya mineral hasil perairan
meliputi daerah perairan terbuka sampai perairan tertutup. Tumbuhan
danau berada di Gunung Dieng.
Gambar 10.18 Danau
Vegetasi Monsun
Vegetasi monsun berada di daerah beriklim kering musiman dengan
kelembapan udara lebih dari 33% dan curah hujan sekitar 1500 mm/th.
Jenis vegetasinya seperti berikut.
1) Padang Rumput. Padang rumput ini menempati kawasan yang sangat luas
dan biasanya bersinambungan dengan savana. Vegetasinya terdiri atas
komunitas campuran berbagai rumput, terna, dan perdu.
2) Savana. Savana terdiri atas padang rumput dengan pohon terpencar
jarang sampai lebat. Savana terdapat di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara,
dan Irian Jaya.
3) Hutan Monsun. Hutan monsun berada pada ketinggian berkisar 0–800 m
dpl, vegetasinya terdiri atas pohon-pohon setinggi sekitar 25 m dan
memiliki batang yang kurus dan bercabang rendah. Terdapat di jawa Timur,
NTT, Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Ekosistem Buatan. Ekosistem suksesi buatan merupakan ekosistem yang
dengan sengaja dibuat sesuai kebutuhan manusia seperti pembuatan
danau/waduk/bendungan, hutan tanaman, agroekosistem, dan sebagainya.
Beberapa contoh ekosistem buatan sebagai berikut.
Bendungan/Waduk
Adakah waduk/bendungan di daerah tempat tinggal Anda? Tujuan dibangunnya
waduk/bendungan, yaitu sebagai tempat penampungan air untuk memenuhi
kebutuhan manusia seperti pengairan/irigasi pertanian, pembangkit tenaga
listrik, tempat rekreasi, dan sarana olahraga. Selain itu, waduk
merupakan ekosistem baru dengan substrat dasar biasanya berasal dari
kebun atau sawah maupun hutan dengan sifat geologi yang berbeda-beda.
Pada umumnya, komunitas biotik terbentuk masih dalam fase suksesi dengan
umur yang berbeda-beda seperti pada mulanya berbagai macam ikan
ditebarkan kemudian banyak tumbuhan pendatang tumbuh, misalnya kiambang
dan enceng gondok yang menutupi permukaan dan menjadi dominan di waduk
itu.
Hutan Tanaman
Hutan tanaman merupakan vegetasi yang terdiri atas tanaman budidaya
bernilai tinggi yang dengan sengaja ditanam pada kawasan tertentu.
Biasanya jenis tanaman yang dibudidayakan bernilai tinggi, seperti
tanaman jati, mahoni, pinus, damar rasamala, ampupu, manglit, dan puspa.
Agroekosistem
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dengan sengaja dibuat untuk
keperluan pertanian. Keanekaragaman ekosistem ini dipengaruhi oleh
faktor jenis tanah, topografi, iklim, dan budaya. Agroekosistem yang
dikembangkan di Indonesia pada saat ini antara lain: 1) sawah irigasi,
7) kolam, 2) sawah tadah hujan, kebun, 3) sawah surjan, 9) pekarangan,
4) sawah rawa, 10) perkebunan, 5) sawah pasang surut, 11) ladang. 6)
tambak.
Sumber daya alam hayati
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang muncul
secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia
pada umumnya. Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik,
seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen
abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan
tanah. Inovasi teknologi, kemajuan peradaban dan populasi manusia, serta
revolusi industri telah membawa manusia pada era eksploitasi sumber
daya alam sehingga persediaannya terus berkurang secara signifikan,
terutama pada satu abad belakangan ini. Sumber daya alam mutlak
diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia, tetapi sayangnya
keberadaannya tidak tersebar merata dan beberapa negara seperti
Indonesia, Brazil, Kongo, Sierra Leone, Maroko, dan berbagai negara di
Timur Tengah memiliki kekayaan alam hayati atau nonhayati yang sangat
berlimpah. Sebagai contoh, negara di kawasan Timur Tengah memiliki
persediaan gas alam sebesar sepertiga dari yang ada di dunia dan Maroko
sendiri memiliki persediaan senyawa fosfat sebesar setengah dari yang
ada di bumi. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam ini seringkali tidak
sejalan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara tersebut.
Pada umumnya, sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan
menjadi SDA yang dapat diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA
yang dapat diperbaharui adalah kekayaan alam yang dapat terus ada selama
penggunaannya tidak dieksploitasi berlebihan. Tumbuhan, hewan,
mikroorganisme, sinar matahari, angin, dan air adalah beberapa contoh
SDA terbaharukan. Walaupun jumlahnya sangat berlimpah di alam,
penggunannya harus tetap dibatasi dan dijaga untuk dapat terus
berkelanjutan. SDA tak dapat diperbaharui adalah SDA yang jumlahnya
terbatas karena penggunaanya lebih cepat daripada proses pembentukannya
dan apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. Minyak bumi,
emas, besi, dan berbagai bahan tambang lainnya pada umumnya memerlukan
waktu dan proses yang sangat panjang untuk kembali terbentuk sehingga
jumlahnya sangat terbatas., minyak bumi dan gas alam pada umumnya
berasal dari sisa-sisa hewan dan tumbuhan yang hidup jutaan tahun lalu,
terutama dibentuk dan berasal dari lingkungan perairan.Perubahan tekanan
dan suhu panas selama jutaaan tahun ini kemudian mengubah materi dan
senyawa organik tersebut menjadi berbagai jenis bahan tambang tersebut.
Nilai-nilai sumber daya alam hayati
Alam yang serasi adalah alam yang mengandung berbagai komponen ekosistem
secara seimbang. Komponen-komponen dalam ekosistem senantiasa saling
bergantung.
Keseimbangan inilah yang harus tetap dijaga agar pelestarian
keanekaragaman dalam sumber daya alam tetap terjamin. Keseimbangan akan
terganggu jika komponen di dalamnya terganggu atau rusak.
Terjadinya banjir, gunung meletus, gempa bumi, wabah penyakit, dan
sebagainya dapat menyebabkan adanya kerugian dalam bidang ekonomi,
biologi, bahkan perusakan peninggalan-peninggalan budaya.
1. Sejarah Perlindungan dan Pengawetan Alam (PPA)
Gerakan perlindungan alam dimulai di Perancis, tahun 1853 atas usul Para
pelukis untuk melindungi pemandangan alam di Fontainbleau di Paris.
Sebagai peletak dasar atau gagasan perlindungan alam adalah FWH
Alexander Von Humbolt (seorang ahli berkebangsaan Jerman, 1769-1859),
sehingga beliau diakui sebagai Bapak Ekologi sedunia. Tokoh organisasi
internasional di bidang ini adalah Paul Sarazin (Swiss). Oleh karena
keadaan perang maka dasar-dasar organisasi ini baru terbentuk pada tahun
1946 di Basel, dan tahun 1947 di Brunnen.
Perlindungan dan Pengawetan Alam di Indonesia lahir pada tahun 1912 di
Bogor, tokohnya Dr. SH. Kooders. Menurut Undang-undang Perlindungan
Alam, pencagaralaman di Indonesia dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai
berikut :
1. Cagar alam.
Penamaan ini berlaku di daerah yang keadaan alam (tanah, flora, dan
keindahan) mempunyai nilai yang khas bagi ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta bagi kepentingan umum sehingga dirasa perlu untuk
dipertahankan dan tidak merusak keadaannya. Cagar alam dapat diartikan
Pula sebagai sebidang lahan yang dijaga untuk melindungi flora dan fauna
di dalamnya.
2. Suaka margasatwa.
Istilah ini berlaku untuk daerah-daerah yang keadaan alamnya (tanah,
fauna, dan keindahan) memiliki nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan
kebudayaan sehingga perlu dilindungi.
Kedua istilah di atas kemudian dipadukan menjadi Perlindungan dan
Pengawetan Alam (PPA).
Cagar Biosfer
Cagar Biosfer adalah perlindungan alam yang meliputi daerah yang telah
dibudidayakan manusia, misalnya untuk pertanian secara tradisional
(bukan tataguna lahan modern, misalnya: pabrik, jalan raya, pertanian
dengan mesin). Selain cagar alam dan cagar biosfer terdapat juga istilah
cagar budaya yang memiliki arti perlindungan terhadap hasil kebudayaan
manusia, misalnya perlindungan terhadap candi dan daerah sekitamya.
Strategi pencagaralaman sedunia (World Conservation Strategy) memiliki
tiga tujuan, yaitu:
1. memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung
kehidupan
2. mempertahankan keanekaragaman genetis
3. menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem secara berkelanjutan.
Ketiga tujuan ini paling berkaitan. Pencagaralaman tidak berlawanan
dengan pemanfaatan jenis dan ekosistem. Akan tetapi, pemanfaatan itu
haruslah dilakukan dengan cara yang menjamin adanya kesinambungan.
Artinya, kepunahan jenis dan kerusakan ekosistem tidak boleh terjadi.
Demikian pula, terjaganya ekosistem dari kerusakan tidak hanya
melindungi keanekaragaman jenis, melainkan juga proses ekologi yang
esensial.
Nilai-nilai dalam perlindungan alam
Nilai-nilai yang terkandung dalam perlindungan alam meliputi nilai
ilmiah, nilai ekonomi, dan nilai budaya yang saling berkaitan. Secara
terperinci, nilai-nilai yang dimiliki dalam perlindungan dan pengawetan
alam dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.Nilai ilmiah,
yaitu kekayaan alam, misalnya, hutan dapat digunakan sebagai tempat
penelitian biologi untuk pengembangan ilmu (sains). Misalnya, botani,
proteksi tanaman, dan penelitian ekologi.
2. Nilai ekonomi,
yaitu perlindungan alam ditujukan untuk kepentingan ekonomi. Misalnya
pengembangan daerah wisata. Hal ini akan mendatangkan berbagai lapangan
kerja. Hutan dengan hasil hutannya, dan Taut dapat menjadi sumber devisa
bagi negara.
3. Nilai budaya,
yaitu flora dan fauna yang khas maupun hasil budaya manusia pada suatu
daerah dapat menimbulkan kebanggaan tersendiri, misalnya Candi
Borobudur, komodo, dan tanaman khas Indonesia (melati dan anggrek).
4. Nilai mental dan spiritual,
misalnya dengan perlindungan alam, manusia dapat menghargai keindahan
alam serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa sumber daya alam hayati
terdiri dari hewan, tumbuhan, manusia, dan mikroba yang dapat kita
manfaatkan untuk kesejahteraan hidup manusia. Pemanfaatan sumber daya
tersebut antara lain di bidang sandang, pangan, papan, dan perdagangan.
Oleh karena dimanfaatkan oleh berbagai tingkatan manusia dan berbagai
kepentingan, maka diperlukan campur tangan berbagai pihak dalam
melestarikan sumber daya alam hayati. Pihak-pihak yang memanfaatkan
sumber daya alam balk negeri maupun swasta memiliki kewajiban yang sama
dalam pelestarian sumber daya alam hayati. Misalnya, pabrik pertambangan
batu bara, selain memanfaatkan batu tiara diharuskan pula untuk
mengolah limbah industrinya agar tidak mencemari daerah sekitamya dan
merusak ekosistem. Pabrik-pabrik, seperti pabrik obat-obatan, selain
memanfaatkan bahan dasar dari hutan diwajibkan pula untuk melakukan
penanaman kembali dan mengolah limbah industrinya (daur ulang) agar
tidak merusak lingkungan.
2. Macam-macam Bentuk (Upaya Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati)
Usaha pelestarian sumber daya alam hayati tidak lepas dari usaha
pelestarian lingkungan hidup. Usaha-usaha dalam pelestrian lingkungan
hidup bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, melainkan tanggung
jawab kita semua.
Untuk menggalakkan perhatian kita kepada pelestarian lingkungan hidup,
maka setiap tanggal 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Sedunia.
Di tingkat Internasional, peringatan Hari Lingkungan Hidup ditandai
dengan pemberian penghargaan kepada perorangan atau pun kelompok atas
sumbangan praktis mereka yang berharga bagi pelestarian lingkungan atau
perbaikan lingkungan hidup di tingkat lokal, nasional, dan
internasional. Penghargaan ini diberi nama "Global 500" yang diprakarsai
Program Lingkungan PBB (UNEP = United Nation Environment Program).
Di tingkat nasional, Indonesia tidak ketinggalan dengan memberikan
hadiah, sebagai berikut.
a. Kalpataru
Hadiah Kalpataru diberikan kepada berikut ini.
1. Perintis lingkungan hidup,
yaitu mereka yang telah mempelopori untuk mengubah lingkungan
hidup yang kritis menjadi subur kembali.
2. Penyelamat lingkungan hidup,
yaitu mereka yang telah menyelamatkan lingkungan hidup yang rusak.
3. Pengabdi lingkungan hidup,
yaitu petugas-petugas yang telah mengabdikan dirinya untuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Kalpataru berupa pahatan Kalpataru tiga dimensi yang berlapis emas
murni. Pahatan ini mencontoh pahatan yang terdapat pada Candi Mendut
yang melukiskan pohon kehidupan serta mencerminkan sikap hidup manusia
Indonesia terhadap lingkungannya, yaitu keselarasan dan keserasian
dengan alam sekitarnya.
b. Adipura
Hadiah Adipura diberikan kepada berikut ini.
1. Kota-kota terbersih di Indonesia.
2. Daerah-daerah yang telah berhasil membuat Laporan Neraca
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD).
Selain usaha-usaha tersebut di atas, usaha lain yang tidak kalah
pentingnya adalah didirikannya bermacam-macam perlindungan alam seperti
Taman Wisata, Taman hasional, Kebun Raya, Hutan Buru, Hutan Lindung, dan
Taman Laut.
Macam-macam Perlindungan Alam (PPA)
Perlindungan alam dibagi menjadi dua, yaitu perlindungan umum dan
perlindungan dengan tujuan tertentu.
1. Perlindungan alam umum
Perlindungan alam umum merupakan suatu kesatuan (flora, fauna, dan
tanahnya). Perlindungan alam ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut :
a. Perlindungan alam ketat;
merupakan perlindungan terhadap keadaan alam yang dibiarkan tanpa
campur tangan manusia, kecuali dipandang perlu. Tujuannya untuk
penelitian dan kepentingan ilmiah, misalnya Ujung Kulon.
b. Perlindungan alam terbimbing; merupakan perlindungan keadaan alam
yang dibina oleh Para ahli, misalnya Kebun Raya Bogor.
c. National Park atau Taman Nasional; merupakan keadaan alam yang
menempati suatu daerah yang lugs dan ticlak boleh ada rumah tinggal
maupun bangunan industri. Tempat ini dimanfaatkan untuk rekreasi
atau taman wisata, tanpa mengubah ciri-ciri ekosistem. Misalnya:
Taman Safari di Cisarua Bogor dan Way Kambas.
Pada tahun 1982 diadakan Konggres Taman hasional sedunia di Bali (World
National Park Conggres). Dalam konggres itu Pemerintah Indonesia
mengumumkan 16 taman nasional (TN) yang ada di Indonesia, yaitu sebagai
berikut.
01. TN. Kerinci Seblat (Sumbar, Jambi. Bengkulu) ± 1.485.000 Ha
02. TN. Gunung Leuser (Sumut, Aceh) ± 793.000 Ha
03. TN. Barisan Selatan (Lampung, Beng kulu) ± 365.000 Ha
04. TN. Tanjung Puting (Kalteng) ± 355.000 Ha
05. TN. Drumoga Bone (Sulut) ± 300.000 Ha
06. TN. Lore Lindu (Sulteng) t 231.000 Ha
07. TN. Kutai (Kaltim) ± 200.000 Ha
08. TN. Manusela Wainua (Maluku) ± 189.000 Ha
09. TN. Kepulauan Seribu (DKI) ± 108.000 Ha
10. TN. Ujung Kulon (Jabar) ± 79.000 Ha
11. TN. Besakih (Bali) ± 78.000 Ha
12. TN. Komodo (HTB) ± 75.000 Ha
13. TN. Bromo Tengger, Semeru (Jatim) ± 58.000 Ha
14. TN. Meru Betiri (Jatim) ± 50.000 Ha
15. TN. Baluran (Jatim) ± 25.000 Ha
16. TN. Gede Pangrango (Jabar) ± 15.000 Ha
b. Perlindungan alam dengan tuljuan tertentu
Macam perlindungan alam dengan tujutertentu adalah sebagai berikut :
a. Perlindungan geologi;
merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi formasi
geologi tertentu, misalnya batuan tertentu.
b. Perlindungan alam botani;
merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi komunitas
tumbuhan tertentu, misalnya Kebun Raya Bogor.
c. Perlindungan alam zoologi;
merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi hewan-
hewan langka serta mengembangkannya dengan cara memasukkan
hewan sejenis ke daerah lain, misalnya gajah.
d. Perlindungan alam antropologi;
merupakan perlindungan alam yang bertujuan melindungi suku bangsa
yang terisolir,misalnya Suku Indian di Amerika, Suku Asmat di Irian
Jaya, dan Suku Badui di Banten Selatan.
e. Perlindungan pemandangan alam;
merupakan perlindungan yang bertujuan melindungi keindahan alam,
misalnya Lembah Sianok di Sumatera Barat.
f. Perlindungan monumen alam;
merupakan perlindungan yang bertujuan melindungi benda-benda alam
tertentu, misalnya stalagtit, stalagmit, gua, dan air terjun.
g. Perlindungan suaka margasatwa;
merupakan perlindungan dengan tujuan melindungi hewan-hewan
yang terancam punch, misalnya badak, gajah, dan harimau Jawa.
h. Perlindungan hutan;
merupakan perlindungan yang bertujuan melindungi tanah, air, dan
perubahan iklim.
i. Perlindungan ikan;
merupakan perlindungan yang bertujuan melindungi ikan yang
terancam punah.
0 Reviews:
Posting Komentar